Wednesday, September 28, 2016

Review : Diablo Super Biker

Selain kebutuhan harian dan touring, terdapat kegiatan lain yang sering dilakukan oleh biker, yaitu Track Day. Track Day sendiri merupakan kegiatan melatih riding skill di area tertutup dan terkendali yaitu di sirkuit. Kegiatan ini dapat dilakukan berkelompok ataupun sendiri. 

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, track day dilakukan untuk melatih kemampuan berkendara sang rider. Umumnya yang dilatih adalah body position, racing line dan waktu per lap nya. Untuk merekam waktu per lap dan kemiringan motor ada sebuah perangkat yang dikeluarkan oleh Race Logic. Perangkat ini merekam input dari Global Positioning System (GPS) dan juga accelerometer milik perangkat tersebut. Namun perangkat ini bisa dibilang cukup mahal. 


(Logo Aplikasi Pirelli Diablo Super Biker pada Play Store)

Perusahaan pembuat ban, Pirelli, mengeluarkan sebuah aplikasi pada platform android yang bernama Pirelli Diablo Super Biker. Cara kerja aplikasi ini bisa dibilang serupa dengan perangkat Race Logic. Dengan memanfaatkan GPS dan accelerometer dari handheld android, aplikasi ini merekam tanggal, waktu tempuh, kecepatan maksimal, kecepatan rata-rata, derajat kemiringan yang dicapai, jalur yang diambil, dan juga total jarak yang ditempuh dalam satu sesi latihan. 

 (Rekaman kecepatan maksimal, capaian waktu, kemiringan, dan jarak tempuh)

Pirelli Diablo Super Biker juga mudah untuk digunakan. Anda tinggal memasukkan merk dan tipe motor (umumnya untuk motor-motor sport dan naked yang dikeluarkan untuk pasar jepang, eropa dan amerika) dan jenis serta ukuran ban yang digunakan. Untuk melakukan perekaman terdapat dua mode, yaitu mode Road dan mode Track. Mode road digunakan untuk merekam riding di jalan umum sedangkan mode Track digunakan pada sirkuit. Pada mode Track, Start point direkam sehingga ketika telah kembali ke titik awal lagi (satu putaran) secara otomatis akan terekam dan melanjutkan ke putaran selanjutnya.

(Rekaman jalur yang diambil, kemiringan kendaraan dan kecepatan )

Namun karena aplikasi ini menggunakan GPS, kemungkinan terjadinya ketidak akuratan rekaman tetap ada. Hal ini diantisipasi oleh Pirelli dengan cara apabila dalam 10 detik tidak menerima respon atau pada saat run terputus beberapa kali, maka aplikasi dengan sendirinya menghentikan perekaman. Hal ini dilakukan tentunya untuk menghasilkan data yang lebih akurat.

Secara keseluruhan aplikasi ini dapat menjadi pilihan pengganti Race Logic. Selain karena gratis, aplikasi ini juga tersedia di platform Android sehingga lebih mudah didapatkan. Penggunaannya sendiri cukup mudah. Saat masuk ke aplikasi, anda dapat langsung memilih mode yang dibutuhkan dan langsung memulai perekaman. Yang disayangkan dari aplikasi ini adalah setelah dilakukan update baru-baru ini, implementasi login malah membuat sebagian orang tidak dapat menggunakan aplikasi ini. Pesan eror didapat saat akan melakukan login. Perekaman tetap dapat dilakukan namun tidak dapat disimpan dan hanya dapat dilihat saat itu juga (di akhir run). Semoga saja Pirelli segera melakukan perbaikan terhadap aplikasi ini.

Monday, September 12, 2016

Riding Activity #2 : Sunday Morning Ride

Hari minggu menjadi hari terbaik untuk melakukan hal-hal di luar pekerjaan dan rutinitas umum. Baik mengurus rumah, berlibur, berolahraga pagi, menambah pengetahuan, dan berbagai hal-hal menarik lainnya. Bagi kalangan motorcycle enthusiast tentunya juga memiliki kegiatan sendiri di minggu pagi yang dingin.

Sunday Morning Ride, yang kemudian disingkat sebagai Sumori, merupakan kegiatan riding yang dilakukan secara sendiri ataupun berkelompok. Daerah yang menjadi tujuan pun bermacam-macam. Berbeda-beda pada setiap kota. Umumnya yang dicari adalah jalanan yang sepi dan memiliki banyak tikungan.  

Di kota Bandung sendiri, daerah yang menjadi jalur primadona bagi para rider adalah Jalur Lembang-Subang. Puluhan bahkan ratusan motor berbondong-bondong mendatangi daerah ini setiap minggu pagi. Sekadar melepas penat menikmati udara, mengobrol dengan teman dan memacu sang kuda besi. 
Para rider Bandung yang akan "ber-Sumori" umumnya berkumpul terlebih dahulu di KFC Setiabudi. Menunggu teman-teman satu kelompoknya sembari sarapan. Dari jenis motor sendiri juga cukup bervariatif, mulai dari sportbike, naked bike, cruiser, supermoto, scooter, dan lain-lain. Setelah lengkap, kemudian berangkat menuju tujuan utama.

Tujuan akhir dibagi dua yaitu Riung Rangga (Ciater Highland Resort) dan Saung Gracia (Gracia Spa Resort). Tergantung komunitas dan kebutuhannya. Saya sendiri lebih sering nongkrong di Saung Gracia karena lebih banyak kenalan dan banyak warung-warung berjejer di sana sehingga lebih mudah untuk sarapan pagi jika saat di titik kumpul awal belum sempat sarapan.


(Menembus Hutan Pinus)

Seperti yang saya sebutkan sebelumnya, jalur ini menyediakan banyak tikungan yang menantang dan cukup renggang. Motor bisa dipacu antara 60%-80% dari keseluruhan tenaganya. Namun pada motor-motor dengan kubikasi lebih besar sepertinya akan lebih kecil. 

Tentunya hal-hal ini tetap dilakukan dengan aman. Tidak membahayakan diri sendiri dan orang lain. Baik jarak, jalur dan kecepatan tetap harus dijaga sesuai dengan kemampuan diri. Tidak boleh memaksakan diri dan motor. Bisa dibilang tempat ini merupakan versi lokal dari Mulholland Drive, California.


 (Line yang tegas, pada jalur kosong, tidak melewati garis putih dan posisi tubuh yang tepat saat cornering)

Cukup disayangkan saat ini banyak yang menjadikan tempat ini sebagai ajang pencarian eksistensi. Motor dipacu sekencang-kencangnya. Salip menyalip di tempat yang berbahaya dan kurang tepat sering dilakukan. Tidak jarang juga kecelakaan terjadi. Baik tunggal maupun melibatkan pengendara lain. 


(Lowside, kecelakaan ringan)
Di Indonesia karena filtering (*) untuk motor sering dilakukan dan untuk batas kecepatan sendiri belum terlalu ditegaskan rasanya hal ini masih legal untuk dilakukan. Pada akhirnya, kembali lagi pada tanggung jawab si pengendara dalam mengendalikan diri dan kendaraannya.



Thursday, September 8, 2016

Review : Corsa Platinum R93



Sejujurnya ban standar milik Honda CBR150R ini memang sudah mumpuni. Ban yang diberikan dalam kondisi orisinil yaitu IRC Road Winner dengan ukuran ban depan 100/80 dan belakang 130/70. Namun memang dasarnya menginginkan performa yang lebih. Ada beberapa pilihan ban yang waktu itu menjadi pilihan. Saya memutuskan untuk mengganti ban menggunakan Corsa Platinum R93. 
 

 
 (Sebelum diganti, habiskan dulu ban dengan burnout)

Pada ban Corsa seri Platinum ini, kompon ban bersifat medium-soft. Terdapat beberapa tipe antara lain R46, R93 dan R99. Saya mengambil tipe R93. Untuk ukuran ban diambil ukuran 120/60 untuk depan dan 150/60 untuk belakang. Naik dari ukuran standar. Untuk velg belakang tidak ada masalah. Namun untuk ban depan, ukurannya terlalu besar. Disarankan untuk mengganti velg dengan lebar 2,75''. 

Pengetesan dilakukan pagi hari di jalur Lembang-Subang. Jalur ini memang biasa digunakan untuk morning ride oleh berbagai komunitas motor karena tidak terlalu rama dan banyak menyediakan tikungan kecepatan tinggi (high-speed corner). Meski udara saat itu masih dingin, suhu ban naik cukup cepat dan grip  yang dihasilkan pun lebih baik. 

 (Cornering dengan ban Corsa Platinum R93)

Berbeda dengan IRC Road Winner yang cukup sulit untuk menaikkan ke suhu optimalnya dan juga karena kompon ban bersifat medium (lebih keras). Tikungan-tikungan di jalur itu berhasil ditaklukkan dengan lebih percaya diri. Dan lagi ada yang unik dari ban yang satu ini. Yaitu dengan adanya indikator pada ban untuk menunjukkan lebar chicken strip. Bisa dijadikan mainan dan motivasi untuk menghabiskan sisa chicken strip.



 (Pada ban terdapat indikator angka 1,2 dan 3)

Sampai saat tulisan ini dibuat, sudah 3 bulan sejak mengganti dengan ban ini. Secara keseluruhan ban ini telah membuktikan performanya. Baik saat kering maupun basah. Sliding pada saat panic dan hard braking pun belum pernah terjadi.

Verdict : 7.5/10

Wednesday, September 7, 2016

Opini : Riding Gear, Kewajiban Atau Hanya Aksesoris?

Sebelum mengendarai sepeda motor, tentunya diharuskan untuk mengenakan perlengkapan pelindung. Di Indonesia, penggunaan helm telah diwajibkan bagi seluruh pengendara sepeda motor. Hal ini diatur dalam UU No. 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Umum. Helm diwajibkan memiliki standar SNI. 

Telah banyak brand lokal yang memberikan perlindungan maksimal dengan standar yang lebih tinggi. Seperti KYT, NHK, dan INK. Brand-brand berikut telah memberikan helm dengan standar DOT(*). Bahkan, pada varian KYT C5 telah memiliki standar SNELL (**). Selain itu terdapat juga brand-brand impor lainnya seperti KBC dan TSR yang memberikan harga lebih terjangkau dengan fitur dan perlindungan yang lebih. Juga berbagai brand impor high end lainnya seperti Arai, Shoei, Nolan dan HJC dengan standar keamanan yang sangat tinggi dan kenyamanan yang lebih.

Namun, bagaimana dengan perlengkapan lain seperti jaket, sarung tangan, celana dan sepatu ? Apakah ini sebaiknya diwajibkan juga atau tidak?

Kecelakaaan bisa terjadi kapan saja. Saya sendiri pernah beberapa kali mengalaminya. Tahun 2014, saya mengalami kecelakaan di Kota Depok. Saat itu sedang hujan, jalanan licin. Saat saya melintasi kubangan, saya tidak mengira bahwa terdapat lubang yang cukup dalam di jalan itu. Motor kehilangan kendali dan saya pun terjatuh. Krikil dari lubang merobek jaket dan sebagian kulit di telapak tangan. Dagu saya juga lecet karena mengalami gesekan dengan permukaan jalan.  Saat itu saya mengenakan jaket parasut, tanpa sarung tangan, juga mengenakan helm jenis open face / half face.

Lalu kejadian baru-baru ini sekitar 2 bulan lalu. Saya sedang melintas di jalur Puncak, Bogor dalam perjalanan ke Bandung untuk bimbingan magang di kampus. Saat ingin menyalip kendaaraan di depan saya, tiba-tiba motor dari sebelah kiri langsung memotong jalur saya. Karena kaget saya melakukan panic braking. Kecepatan sempat dikurangi. Unfortunatelly,, tepat dibelakang saya ada motor yang tidak sempat mengerem. Saya di tabrak belakang. Foot peg belakang patah, knalpot penyok dan lecet di fairing bagian kanan. 

Saat itu saya menggunakan helm fullface sarung tangan, jaket yang cukup tebal, knee protector dan boots. Selain sedikit memar di kaki, tidak ada luka di tubuh saya. Sarung tangan dan jaket jelas terkelupas. Bagian knee protector juga mengalami lecet. Kecelakaan kali ini berada pada kecepatan yang lebih tinggi. Seluruh pelindung bekerja dengan semestinya, melindungi tubuh saya dari luka-luka fatal. Setelah menyelesaikan masalah dan meminta pertanggung jawaban, saya kembali melanjutkan perjalanan.

Jika dibandingkan kedua kecelakaan yang saya alami, saya menganggap penggunaan riding gear selain helm juga sama pentingnya. Bayangkan jika pada kecelakaan yang baru-baru ini saya alami saya tidak mengenakan riding gear. Kulit lengan dan lutut saya mungkin akan luka parah. Tentunya urusan bimbingan magang saya bisa tertunda dan saya akan mendapatkan luka yang cukup parah. Terutama bagi kaum hawa yang juga berkendara, anda tentunya tidak menginginkan bekas luka di kulit anda bukan ? Think again.

Nb.
(*) Department of Transportation

(**) SNELL Memorial Foundation. Institusi Independen tidak terikat regulasi negara yang mengurusi standarisasi helm. Standar yang dimiliki lebih tinggi dan ketat.

Riding Activity #1 : Lebih Dari Sekedar Mesin Diantara Dua Roda


Tiga tahun sudah saya menetap di Kota Bandung. Selepas dari SMA, saya pindah untuk melanjutkan pendidikan di salah satu perguruan tinggi swasta di kota ini. Pada tahun pertama, saya nebeng di rumah salah satu saudara. Karena merasa kurang nyaman, akhirnya saya memutuskan untuk mengontrak sebuah rumah bersama beberapa rekan-rekan sejurusan. Kami berasal dari daerah yang berbeda-beda. Dari rumah inilah muncul beberapa cerita. Salah satunya soal hobi.

Bagi sebagian orang, motor bukan hanya digunakan sebagai sarana transportasi. Selalu terdapat kalangan enthusiast bagi kendaraan roda dua bermesin ini. Baik sebagai kolektor, modifikator maupun kalangan serius dunia balap. Tahun 2015 lalu, saya sendiri masih menganggap motor hanya sebagai alat transportasi. Sampai akhirnya saya diperkenalkan pada hobi yang satu ini oleh salah satu rekan saya.

Saat itu saya merasa ingin menganti kendaraan yang saya miliki. Sudah lewat 5 tahun saya miliki dari awal mendapatkan SIM C. Tidak ada masalah pada motor tersebut secara keseluruhan. Baik mesin maupun kelistrikan semuanya nyaman. Perawatan pun dilakukan secara berkala dan porting polish(*) juga telah dilakukan saat odometer menunjukkan 20.000km dengan tujuan untuk melancarkan aliran bahan bakar sembari melakukan service besar. Suspensi belakang juga sudah dilakukan penggantian. Namun, saya mulai merasa bosan dengan motor ini. Disamping itu, saya juga membutuhkan hobi baru.

Saat itu pilihan jatuh kepada dua kelas, yaitu sport bike dan naked bike. Pilihan terpaut pada kubikasi 150cc-225cc. Setelah mengumpulkan informasi dan rekomendasi dari rekan-rekan, akhirnya pilihan jatuh kepada sport bike buatan pabrikan sayap yang diluncurkan pada tahun 2014. Honda CBR150R.

Motor ini merupakan versi lokal dari keluarga CBR. Desainnya mengadaptasi saudara besarnya yang berkubikasi 1000cc. Dimensi yang dimilikinya pun terbilang cukup besar, mirip dengan CBR150R lansiran 2010. Kubikasi 150cc DOHC(**)  dengan transmisi 6 kecepatan. Rem dengan piston ganda. Suspensi depan menggunakan teleskopik dan belakang menggunakan pro-link.


 (Honda CBR150R 2014)

Saya cukup senang dengan motor ini. Awalnya saya pikir saya akan kerepotan dengan bobot yang lebih berat dan dimensi sebesar itu. Ternyata handling mudah. Mungkin karena wheelbase(***) yang pendek. Tenaga yang dikeluarkan juga sesuai dengan yang saya butuhkan.  Mulai tumbuh kecintaan pada roda dua ini.

Saat itu masih dalam masa liburan kuliah. Rekan-rekan mengajak untuk melakukan touring dari Bandung ke Pantai Ranca Buaya. "Sekalian jajal motor" katanya. Persiapan dilakukan dan motor pun dibawa dari Jakarta ke Bandung untuk kemudian berangkat esok hari.



 (Jakarta-Bandung siap jalan)

Kami rencanakan berangkat jam 6 pagi. Rute yang kami ambil adalah Dayeuhkolot-Ciwidey-Ranca Upas-Situ Patenggang-Pantai Jayanti-Pantai Ranca Buaya-Pangalengan-Dayeuhkolot. Perjalanan ditargetkan dalam satu hari. Kami tentukan juga beberapa checkpoint sebagai tempat wisata dan istirahat. Tadinya saya berniat membawa perlengkapan lebih banyak. Berdasarkan prakiraan cuaca, nampaknya tidak akan hujan. Jadi saya pilih jaket yang sedikit tahan air dan mengurangi barang bawaan. 

Tidak ada masalah yang berarti saat perjalanan pergi. Udara cerah namun tidak terlalu panas, beberapa daerah yang diperkirakan akan macet pun ternyata lancar. Checkpoint pertama, kami berhenti di Ranca Upas. Sambil beristirahat makan, dan melihat-lihat rusa yang ada disini. Perjalanan kemudian kami lanjutkan  ke checkpoint ke 2 yaitu Pantai Jayanti.


Berikutnya kami tiba di tujuan utama, yaitu Pantai Ranca Buaya. Masih sesuai jadwal ternyata, melihat jam menunjukkan pukul 11. Kami kemudian beristirahat, bermain di pantainya selama beberapa jam. Setelah itu kami memutuskan untuk langsung pulang. Melelahkan memang, namun semua terbayar dengan perjalanan dan pemandangan yang ada.

(Checkpoint ke 2, Pantai Jayanti)

Kami berniat turun ke pantai namun dicegah oleh salah satu warga. Katanya air sedang naik, jadi agak bahaya. Akhirnya kami hanya mengambil beberapa foto. Kami melanjutkan perjalanan setelah puas mengambil foto.


(Kalibre Hidration Bladder, ransel yang saya jadikan tailbag)



Berikutnya kami tiba di tujuan utama, yaitu Pantai Ranca Buaya. Masih sesuai jadwal ternyata, melihat jam menunjukkan pukul 11. Kami kemudian beristirahat, bermain di pantainya selama beberapa jam. Setelah itu kami memutuskan untuk langsung pulang. Melelahkan memang, namun semua terbayar dengan perjalanan dan pemandangan yang ada.

Dari perjalanan satu hari itu lah yang memunculkan banyak perjalanan yang saya alami sampai hari ini dan tentunya yang akan datang. Ada sesuatu yang menarik dan menyenangkan dari berkendara dengan motor. Saya rasa belum tentu hal ini didapat dengan naik kendaraan jenis lain atau dengan berjalan kaki. Bukan masalah dari A ke B. Tapi sesuatu ditengah-tengah A dan B ini ditambahkan dengan motor. Bagi saya, tiap kilometernya akan menjadi pengalaman berharga yang akan berubah menjadi pelajaran.



Nb
(*) proses yang dilakukan dengan menghaluskan dinding lubang bagian dalam intake dan exhaust pada ruang bakar dengan tujuan untuk meningkatkan tenaga
(**)Double-Over Head Camshaft
(***)
Jarak antara pusat roda depan dengan roda bagian belakang